Rabu, 22 Juni 2011

Rabu, 1 Juni 2011
Kunjungan ke Kelompok Tani-Ternak “SAling Pendi“ Desa Beru - Brang Rea

Tim Penyuluh Balai Penyuluh Brang Rea yang terdiri dari Ahlul Afwan, Mastika, Yulia Wahidah dan Dian Dwi mengadakan kunjungan ke kelompok tani ternak "Saling PEndi ". Kelompok Tani- TErnak Saling PEndi ini di ketuai oleh Bapak Hamzah Baso dengan jumlah anggota 25 orang dengan komoditas yang di kelola adalah sapi bali. Lokasi kandang cukup strategis karena dekat dengan sumber air, areal persawahan, areal kolam, dan jalan usaha tani sehingga akses lancar dan sangat potensial untuk menerapkan pola tani ternak-perikanan yang terintegrasi.
dokumentasi selama kunjungan di Kelompok Tani-Ternak Saling Pendi

lokasi kandang yang teduh....bikin betah ;)

dari kiri ke kanan : yulia-hamzah baso-arief jayadi-mastika- dian

kandang kelompok SAling PEndi

kandang SAling PEndi


kiri ke kanan : Hamzah Baso - Ahlul Afwan


kiri ke kanan : Hamzah BAso - Mastika - Yulia Wahidah

Rabu, 1 Juni 2011
Kunjungan ke Kelompok Tani-Ternak “Lang Jamu  “ Desa Beru - Brang Rea

Kelompok Tani-Ternak Lang Jamu telah berdiri sejak tahun 2006 dengan ketua kelompok Insanul Kamil. Kelompok Tani_ternak ini akan naik kelas kelompok dari kelas Pemula ke Kelas Lanjut. Demi memenuhi persyaratan kenaikan kelas kelompok maka kelompok ini perlu membenahi kembali kelompoknya salah satunya pengadaan kandang kolektif. Tim Penyuluh Balai Penyuluh Brang Rea yang terdiri dari Ahlul Afwan, Mastika, Yulia Wahidah dan Dian Dwi turut mendampingi Kelompok ini dalam pembuatan kandang kolektif yang berlokasi di lahan salah satu anggotanya. Semua anggota kelompok gotong royong membersihkan lahan untuk lokasi kandang. Kondisi lahan yang sebagian besar masih tertutupi oleh semak-semak dan kondisi topografi yang agak miring sehingga membutuhkan kerja ekstra sebelum membangun kandang.
Dokumentasi Kegiatan
Tim penyuluh dan Tim Lang Jamu di lokasi kandang

"briefing sebelum memulai gotong royong"

"gotong royong dimulai....yeaaaahhh"

"tim penyuluh dan anggota kelompok yang paling senior"

"tak ada helm...topi pun jadi"

"tak ada topi helm pun jadi lah :p"

"istirahat dan makan :p"

"pak ketua kelompok lagi sibuk sms "
"topografi lahan yang agak miring"


"keep smile in every moment :))


"tim penyuluh action di bawah pohon bidara"

Minggu, 19 Juni 2011

" Say No to Pesticide "

Organic Farming......Back to Nature....Go Green.........Save Earth....
slogan-slogan yang gencar digaungkan oleh aktivis lingkungan di atas mungkin sudah akrab di telinga kita....keprihatinan dunia ketiga akan masa depan bumi...masa depan anak cucu kita....lalu kita sebagai Penyuluh tidak inginkah ikut andil menyelamatkan bumi ???? atau paling tidak dimulai dengan menyelamatkan diri kita sendiri dan orang-orang terdekat kita....caranya???    
Pertanian Organik "
Yup ... Pertanian Organik adalah suatu keniscayaan yang bukan mustahil walaupun akan membutuhkan proses yang tidak singkat dan kerja keras terutama dari insan pertanian...penyuluh salah satunya ^.^
Menuju Pertanian Organik bisa dimulai dari titik mana saja....misalnya imbauan untuk mulai mengurangi dosis penggunaan pupuk kimiawi sintetis (urea, NPK) dan menambah dosis pupuk organik (entah kapan pemerintah akan mengalihkan subsidi dari pupuk kimia ke pupuk organic)....atau bisa dimulai dari titik yang paling krusial yaitu tinggalkan pestisida kimiawi sintetik beralih ke pestisida hayati atau biopestida....mari kita gaungkan slogan
Say No to Pesticide”
Di tingkat lapangan, penyuluh akan menjadi orang pertama yang dicari ketika  tanaman petani  terserang hama atau penyakit... sehingga penyuluh secara  tidak langsung (terpaksa sih sebenarnya ) dituntut untuk mengenal dan menghafal produk-produk pestisida (padahal kalau dipikir ngapain ya??? Itu khan kerjaan PHP??? Racun kok dihafalin??? Parahnya lagi kita ga pernah dapat royalty kok dari produsen Pestisida buat promosiin produk mereka???? Dan yang paling konyolnya lagi masa iya kita meracuni makanan kita sendiri????Huuuuuffffttthhh.......)
dan kita pun terjebak dengan keadaan (karena ingin membantu petani red) , dan ikut kalang kabut mencari “racun” yang sebenarnya kita sadari bahwa “ racun” itu hanyalah alternative terakhir jika hama dan penyakit telah menyerang tanaman melewati ambang batas ekonomi.
Penciptaan   social culture yang telah tercipta sedemikian rupa oleh pemerintah dengan terobosan Revolusi Hijau-nya pada tahun 1980-an dengan subsidi biaya penggunaan pestisida dan pendewaan pestisida sebagai penyelamat produksi dan investasi petani, dan paling memprihatinkan sudah menjadi paradigma baru bagi para pengguna pestisida (petani, tentunya atas anjuran penyuluh atau PHP ) untuk keberhasilan usaha dalam pengendalian hama maupun penyakit mengingat tingkat efektifitas dan efisensinya cara kerjanya  yang menjadikan pestisida sebagai dewa penyelamat produksi pertanian. Disisi lain dalam penggunaannya dilapangan telah menimbulkan berbagai macam permasalahan meliputi resistensi dan resurgensi hama, matinya musuh alami, kesehatan petani dan konsumen.
Penggunaan pestisida oleh petani dapat tersebar di lingkungan sekitarnya; air permukaan, air tanah, tanah dan tanaman. Sifat mobil yang dimiliki akan berpengaruh terhadap kehidupan organisme non sasaran, kualitas air, kualitas tanah dan udara.
Di pihak lain penggunaan pestisida membawa bencana yang sangat hebat terhadap kesehatan petani dan konsumen akibat mengkonsumsi produk hortikultura yang mengandung residu pestisida. Menurut WHO setiap setengah juta kasus pestisida terhadap manusia, 5000 diakhiri dengan kematian. Dampak lain yang tidak kalah pentingnya adalah timbulkan pencemaran air, tanah dan udara yang dapat mengganggu sistem kehidupan organisme lainnya di biosfer ini.

Nah, sebagai kalangan yang dipercayai dan diandalkan petani (baca Penyuluh : red) masa iya kita tega menyesatkan  mereka dan diri kita sendiri tentang bahaya laten pestisida yang mengintai kita dan anak cucu kita kini dan nanti ???
Oleh karenanya marilah kita mulai mem-budayakan penggunaan pestisida hayati/ biopestisida yang sebenarnya bahan bakunya murah meriah ada disekitar kita walaupun harus sedikit repot dalam pembuatannya dan tidak langsung tokcer (terlihat hasilnya alias instan)....tetapi  mari kita mengingat dampak jangka panjang dari penggunaan biopestisida dibandingkan pestisida kimiawi sintetik atau lebih pantas disebut “ racun” karena tidak hanya mematikan hama, virus dan bakteri tetapi juga akan mematikan kita secara perlahan-lahan.
Jadi, kalau ada petani yang datang mengadukan serangan hama/penyakit pada pertanamannya...anjurkanlah pengendalian secara fisik / mekanik terlebih dahulu dan penyemprotan dengan biopestisida (ramah lingkungan)...dan jangan lupa memberi penjelasan tentang bahaya pestisida sambil berujar “makanan kok disemprot racun pak....  hehehe” ;P


(dari berbagai sumber)